“Mereka kesulitan mendapatkan air untuk mengaliri persawahan mereka, biasanya petani menggarap sawah 2 kali dalam setahun, namun sejak perusahaan masuk disana melakukan penambangan, petani hanya bisa menggarap sawahnya satu kali dalam setahun,” Ungkap Tri.
Dari hasil advokasinya, menurut Tri wahyudi sejak PT. Purnama melakukan aktivitas pertambangan di Desa tersebut, kedalaman sungai Balantieng yang sebelumnya hanya 1,5 meter, namun karena materialnya terus dikerut, sungai Balantieng pada wilayah pertambangan tersebut sudah mencapai kedalaman 12 meter.
“Akibatnya air sungai Balantieng tidak mencapai muara bendungan, sehingga air tidak dapat mengaliri persawahan masyarakat,” Tandasnya.
“Tak hanya gagal panen bagi petani di Desa tersebut, bahkan ancaman untuk mendapatkan akses air bersih itu pasti akan terjadi jika aktivitas pertambangan di Desa tersebut terus dilakukan,” Tambahnya.
Diketahui, Penolakan warga kepada Pt. Purnama sudah kerap dilakukan, mulai dari unjuk rasa di Kantor DPRD Bulukumba dan bahkan pemboikotan lokasi pertambangan di Desa tersebut juga pernah dilakukan. Namun mereka belum mendapatkan solusi. Karenanya, mereka berinisiatif meminta kepastian hukum terkait dugaan penambang ilegal yang merusak wilayahnya itu di Kantor Polda Sulsel.
“Kami berharap dan insya Allah besok kami akan meminta kepada bapak Kapolda Sulsel untuk melakukan tindakan terkait dugaan aktivitas pertambanan yang dilakukan Pt. Purnama di Batukaropa yang menyengsarakan warga,” Tutup Tri Wahyudi. (*)