Jakarta, – Rencana revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang tengah dibahPenolakan Revisi UU TNI: Protes Masyarakat dan Kecaman dari Berbagai Pihak di DPR menuai penolakan dari berbagai kalangan masyarakat dan sejumlah organisasi. Revisi tersebut dianggap berpotensi memperluas peran TNI dalam ranah sipil, yang oleh banyak pihak dinilai berisiko merusak prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. 31 Maret 2025.
Sejumlah elemen masyarakat, termasuk organisasi non-pemerintah (NGO), akademisi, dan partai politik, menyatakan kekhawatiran terhadap klausul-klausul dalam revisi yang dianggap memberikan wewenang lebih besar kepada TNI dalam pengaturan keamanan nasional dan penanggulangan terorisme. Penolakan tersebut dipicu oleh beberapa pasal yang memungkinkan TNI berperan lebih aktif dalam penanganan situasi sosial dan politik, yang selama ini menjadi tanggung jawab aparat kepolisian dan lembaga sipil lainnya.
“Revisi UU TNI ini berpotensi mengembalikan militerisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang seharusnya sudah kita tinggalkan sejak era reformasi,” ujar Dr. Rina Pertiwi, seorang pakar hukum dari Universitas Indonesia. “Kami khawatir jika revisi ini disahkan, TNI akan semakin terlibat dalam kehidupan politik dan sosial, yang bisa mengancam kebebasan sipil.”
Sementara itu, beberapa anggota DPR yang mendukung revisi tersebut berpendapat bahwa perubahan undang-undang ini diperlukan untuk menghadapi ancaman keamanan yang semakin kompleks, seperti terorisme dan radikalisasi. Mereka berpendapat bahwa TNI perlu memiliki peran yang lebih besar dalam penanggulangan masalah-masalah tersebut, terutama dalam situasi yang melibatkan kekerasan atau ancaman terhadap stabilitas negara.